Adipati Pragola
Adipati
Pragola
dari Pati merujuk pada dua orang tokoh yang
keduanya pernah memberontak terhadap Kesultanan Mataram.
Pada umumnya, para sejarawan menyebut Pragola I untuk yang menentang Panembahan Senopati
tahun 1600, dan Pragola II untuk yang
menentang Sultan Agung
tahun 1627.
Pragola yang Pertama
Nama
aslinya adalah Wasis Jayakusuma putra Ki Ageng Panjawi, saudara
seperjuangan Ki Ageng Pamanahan.
Kakak perempuannya yang bernama Waskitajawi menikah dengan Sutawijaya putra Ki Ageng Pamanahan,
dan melahirkan Mas Jolang.
Sutawijaya kemudian mendirikan Kesultanan Mataram
tahun 1587, sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.
Sementara itu, Wasis Jayakusuma menggantikan ayahnya sebagai bupati Pati
bergelar Pragola. Secara suka rela ia tunduk kepada Mataram karena kakaknya dijadikan permaisuri utama bergelar Ratu Mas,
sedangkan Mas Jolang sebagai putra mahkota.
Pada
tahun 1890 Pragola ikut membantu Mataram menaklukkan Madiun. Pemimpin kota itu yang bernama
Rangga Jemuna (putra bungsu Sultan Trenggana Demak)
melarikan diri ke Surabaya. Putrinya
yang bernama Retno Dumilah diambil Panembahan Senopati
sebagai permaisuri kedua.
Peristiwa
ini membuat Pragola sakit hati karena khawatir kedudukan kakaknya (Ratu Mas)
terancam. Ia menganggap perjuangan Panembahan Senopati
sudah tidak murni lagi. Pemberontakan Pati
pun meletus tahun 1600. Daerah-daerah di sebelah utara Pegunungan Kendeng
dapat ditaklukan Pragola.
Panembahan Senopati
mengirim Mas Jolang untuk menghadapi pemberontakan
Pragola. Kedua pasukan bertemu dekat Prambanan. Pragola dengan mudah melukai
keponakannya itu sampai pingsan.
Panembahan Senopati
berangkat untuk menumpas Pragola. Menurut Babad Tanah Jawi, Ratu Mas sudah merelakan
kematian adiknya. Pertempuran terjadi di Prambanan. Pasukan Pragola kalah dan mundur
ke Pati. Panembahan Senopati
mengejar dan menghancurkan kota itu. Akhirnya, Adipati Pragola pun hilang tidak
diketahui nasibnya.
Adipati Pragola yang Kedua
Pragola
yang kedua adalah putra Pangeran Puger
putra Panembahan Senopati.
Ketika Mas Jolang naik takhta menggantikan Panembahan Senopati
tahun 1601, Pangeran Puger iri karena merasa usianya
lebih tua.
Pangeran Puger yang saat itu menjabat
sebagai adipati Demak akhirnya memberontak tahun 1602
tidak mau mengakui kedaulatan adiknya. Pemberontakan ini berakhir tahun 1605
setelah Pangeran Puger
ditangkap dan dibuang ke Kudus.
Putra
Pangeran Puger diangkat sebagai adipati Pati
bergelar Pragola. Ia juga memberontak terhadap Mataram saat dipimpin sepupunya, yaitu Sultan Agung putra Mas Jolang tahun 1627.
Pemberontakan ini dipicu oleh hasutan Tumenggung Endranata bupati Demak.
Sultan Agung memimpin langsung penumpasan
pemberontakan Pati. Menurut naskah babad, Pragola memakai
baju zirah (dalam bahasa Jawa
disebut kere waja) peninggalan seorang Portugis bernama Baron Sekeber sehingga
tidak mempan senjata apa pun.
Konon
dikisahkan, Baron Sekeber
adalah juru taman istana Pati. Ia terbukti
berselingkuh dengan selir kesayangan Pragola sampai memiliki dua orang anak
kembar. Pragola pun membunuh Baron Sekeber dan kedua anaknya, tapi mengampuni
selirnya tersebut.
Arwah
kedua anak Baron Sekeber
datang untuk menuntut balas ketika pasukan Mataram menyerang Pati.
Yang satu menyusup pada baju zirah milik Pragola, yang satunya menyusup pada
tombak pusaka Kyai Baru Klinting milik Sultan Agung.
Abdi
pemegang payung Sultan Agung
yang bernama Ki Nayadarma minta izin menghadapi amukan Pragola. Sultan Agung pun meminjamkan tombak Baru
Klinting kepadanya. Pertempuran akhirnya berakhir dengan kematian Pragola di
tangan Nayadarma.
Sepeninggal
Pragola, pasukan Mataram bergerak merampas harta kekayaan Pati.
Selir Pragola (yang pernah berselingkuh dengan Baron Sekeber) diambil
Tumenggung Wiraguna, seorang pegawai senior Mataram. Selir ini kemudian terkenal dengan
nama Rara Mendut, yang kisah cintanya terhadap
Pranacitra (pengawal Wiraguna) menjadi legenda di tanah Jawa.